INSPIRASI PENDIDIKAN ALA SERIAL NARUTO


Bagi teman-teman yang hobi lihat film manga, pasti tidak asing dengan serial manga Naruto.  Sedikit flash back, serial naruto menceritakan tentang desa ninja yang memiliki shinobi-shinobi yang dengan karakter masing-masing dan siap mengemban misi yang diberikan kepadanya apapun pengorbanan dan kondisinya .  Nah kali ini saya bukan menceritakan tentang serial narutonya kawan, tetapi ada bagian dalam serial tersebut yang menginspirasi saya yang mungkin bisa dijadikan perenungan pada pendidikan di negeri kita.

Kita masih ingat bahwa Naruto, Sasuke, dan  Sakura adalah satu tim dibawah bimbingan Hatake Kakashi begitu juga dengan yang lainnya tiap tiga orang jounin memiliki guru yang mendampingi dan memberikan latihan sesuai dengan bakat masing-masing. Dalam latihan hanya diberikan dasar-dasar ke-ninjaan saja, akan tetapi untuk secara spesifik pengembangan kemampuan per individu dilakukan oleh jounin-jounin secara mandiri.

Untuk mengasah kemampuan mereka, diberikanlah misi atau penugasan secara nyata untuk dapat mereka selesai baik dalam kerjasama tim maupun individu. Mereka diberikan tantangan (misi) sesuai dengan level atau tingkatan kemampuan mereka. Pada akhirnya tiap jounin memiliki kemampuan yang berbeda-beda sesuai dengan bakat mereka dan itulah yang menjadi ciri mereka.  Naruto memiliki rasengan, sasuke memiliki chidori, sakura memiliki jurus yang dapat membelah tanah, kemudian tim yang dibawah bimbingan guy yaitu neji memiliki jurus kaiten, rock lee yang berbeda dengan teman-teman karena satu-satunya yang tidak memiliki ninjutsu dan genjutsu, ia memiliki taijutsu yang sangat kuat, sedangkan tenten yang memiliki kemampuan dalam persenjataan.

Memang secara realita kisah tersebut adalah fiksi belaka namun, hal-hal yang saya gambarkan diatas senada dengan pendidikan humanistik yang menjelaskan bahwa peserta didik dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya (Uno, 2006: 13). Tujuan utama para pendidik adalah membantu si peserta didik untuk mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka.

Alangkah asyiknya  belajar kayak naruto dan kawan-kawan, pasti seru dan menantang. Semoga Pak Anis membaca tulisan ini dan hasil evaluasi kurikulum 2013 dibuat ala naruto (hehe Ngarep yaaa..). Pada akhirnya aktualisasi diri peserta didik sangatlah penting, coz agar mereka memahami sejauh mana kemampuan yang ada pada mereka. Kegiatan pembelajaran kemudian mengaplikasikan pemahamannya dalam proses yang nyata melalui penyesuaian dengan tingkat kemampuan, penting untuk menimbulkan semangat bersaing menjadi yang terbaik, dan selalu meningkatkan kemampuan diri.

PEDAGOGIC CULTURAL KEMBANGKAN PSIKOLOGIS CALON GURU YANG MAPAN


Guru adalah suatu jabatan yang termasuk dalam jabatan profesi. Berkaitan dengan hal tersebut profesi adalah pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian tertentu. Sebagai kosekuensi dari sebuah jabatan profesi, guru dituntut untuk professional, sesuai dengan ketentuan UU No. 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen, guru disebut professional bila telah memiliki sertifikat pendidik. Guru professional adalah guru yang memiliki sifat, ciri-ciri, atau karakter dari profesi itu.



LPTK (Lembaga Pendidik Tenaga Kependidikan) haruslah memiliki kultur pedagogic atau dapat disebut kultur mendidik, hal ini mengisyaratkan bahwa LPTK tidak hanya membekali mahasiswa dengan mata kuliah pada bidang ilmu sesuai dengan program studi saja akan tetapi memuat juga mata kuliah yang memberikan wawasan pada mahasiswa mengenai dasar-dasar ilmu pendidikan, langkah mendidik anak sesuai dengan tingkat perkembangan psikologisnya, strategi pembelajaran dan segala hal yang berkaitan dengan pembelajaran dan kurikulum. 



"Segala keterampilan yang dimiliki mahasiswa calon guru tersebut membentuk kekhususan sebagai calon pendidik professional yang membedakannya dari jurusan-jurusan non kependidikan meskipun memiliki peluang yang sama untuk menjadi pendidik".

Dalam pedoman pendidikan program sarjana (S1) IKIP PGRI Semarang (Sekarang Universitas PGRI Semarang) juga disebutkan terdapat praktik pengalaman lapangan (PPL) program ini merupakan kegiatan belajar mahasiswa yang dilaksanakan di sekolah meliputi latihan praktik mengajar, membimbing peserta didik, mempelajari secara langsung administrasi sekolah yang dilaksanakan secara terbimbing dan terpadu untuk membentuk kemampuan profesi pendidikan. Proses Praktik Pengalaman Lapangan ini dilaksanakan dalam dua tahapan yaitu PPL 1 dan PPL 2. PPL 1 dilaksanakan di kampus guna mempersipakan mahasiswa untuk mengikuti praktik langsung disekolah yang dilaksanakan dalam PPL2. Berbagai kegiatan ini selain memberikan pengetahuan dan gambaran secara nyata pada mahasiswa calon guru mengenai profesi yang akan menjadi keahliannya, selain itu juga membentuk karakter pendidik yang mampu mendidik sesuai dengan karakteristik peserta didik melalui pengalaman praktik secara langsung di sekolah praktikan sesuai dengan program studi masing-masing.

Selain ditinjau dari kurikulum pendidikan mahasiswa, Sebagai contoh di Kampus IKIP PGRI Semarang menurut pengamatan penulis, terbentuk interaksi sosio-cultural yang berbeda dengan kampus non kependidikan. Salah satunya adalah interaksi mahasiswa dengan dosen yang menunjukkan penghargaan melalui kepatuhan, sopan-santun dalam perkataan serta perilaku yang ditunjukkan mahasiswa dalam pergaulan antar mahasiswa dengan dosen maupun tenaga kependidikan di kampus pendidikan ini. Selain hal tersebut fenomena yang penulis alami selama menjalani pendidikan di Universitas PGRI Semarang adalah panggilan bapak/ibu yang menjadi panggilan akrab diantara mahasiswa dan merupakan panggilan sehari-hari menunjukkan proses budaya pemantapan psikologis mahasiswa calon guru yang secara sadar menyiapkan diri menjadi pendidik yang “Ngemong”.

Pedagogic Cultural di IKIP PGRI Semarang didukung dengan pembentukan karakter seluruh komponen civitas akademika melalui nilai-nilai karakter bangsa Indonesia yang secara implementatif dijabarkan dalam GATI IKIP PGRIKU. GATI IKIP PGRIKU menjadi cara pandang dan berperilaku oleh seluruh civitas akademika kampus, sehingga dengan kondisi lingkungan kampus berkarakter kebangsaan akan membentuk pribadi mahasiswa calon guru yang memiliki dedikasi dan pengabdian untuk mengembangkan profesi dan melaksanakan profesinya dengan sebaik mungkin dalam rangkap mengabdi pada bangsa dan negara melalui mendidik tunas-tunas bangsa yang menjadi pengerak peradaban bangsa.

Menurut Bandura (1977: 11-12) mengungkapkan “perilaku manusia terbentuk dari interaksi yang kontinu dan timbal balik dari determinan-determinan pribadi dan determinan-determinan lingkungan”. Lingkungan merupakan sumber inspirasi dan daya cipta untuk diolah menjadi kekayaan budaya bagi diri individu. Lingkungan dapat membentuk pribadi seseorang, karena manusia hidup adalah manusia yang berfikir dan serba ingin tahu serta mencoba-coba terhadap segala apa yang tersedia dilingkungan sekitarnya.

Lingkungan yang berkarakteristik mendidik (pedagogic cultural) merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terhadap pembentukan dan perkembangan perilaku mahasiswa calon guru, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosio-psikologis. Dengan demikian faktor cultural IKIP PGRI Semarang ini mempengaruhi kemapanan psikologi mahasiswa calon guru untuk menjadi sosok guru yang professional, berjatidiri, dan berkarakter. Calon guru yang dihasilkan oleh IKIP PGRI Semarang merupakan jawaban dari tantangan profesionalitas yang diisyaratkan oleh UU Guru dan Dosen ditengah kurang berpihaknya pemerintah terhadap LPTK-LPTK yang sungguh-sungguh mempersiapkan mahasiswa dengan kekhususannya untuk menjadi lulusan calon guru yang professional dan mampu bersaing di tingkat global.

“Guru biasa hanya memberitahukan, Guru baik menjelaskan, guru ulung memeragakan, guru hebat mengilhami”.
                                                              ( William Arthur Ward )

DILEMA PENDIDIKAN INDONESIA






Pendidikan di Indonesia hingga saat ini masih dianggap belum maksimal dalam membentuk generasi Indonesia yang berkualitas, pembelajaran di sekolah sangat memberi dampak pada pendidikan di Indonesia. Jika dibandingkan dengan negara-negara lain berdasarkan Survey United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO), terhadap kualitas pendidikan di negara-negara berkembang di Asia Pacific, Indonesia menempati peringkat 10 dari 14 negara. Sedangkan untuk kualitas para guru, kulitasnya berada pada level 14 dari 14 negara berkembang.
    Kurikulum merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan, sekaligus sebagai pedoman dalam pelaksanaan pendidikan. Kurikulum mencerminkan falsafah hidup bangsa, ke arah mana dan bagaimana bentuk kehidupan itu kelak akan ditentukan oleh kurikulum yang digunakan oleh bangsa tersebut sekarang. Nilai sosial, kebutuhan dan tuntutan masyarakat cenderung mengalami perubahan antara lain akibat dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kurikulum harus dapat mengantisipasi perubahan tersebut, sebab pendidikan adalah cara yang dianggap paling strategis untuk mengimbangi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Kurikulum dapat meramalkan hasil pendidikan/pengajaran yang diharapkan karena ia menunjukkan apa yang harus dipelajari dan kegiatan apa yang harus dialami oleh peserta didik. Hasil pendidikan kadang-kadang tidak dapat diketahui dengan segera atau setelah peserta didik menyelesaikan suatu program pendidikan.Pembaharuan kurikulum perlu dilakukan sebab tidak ada satu kurikulum yang sesuai dengan sepanjang masa, kurikulum harus dapat menyesuaikan dengan perkembangan zaman yang senantiasa cenderung berubah.
Begitu banyak masalah-masalah kurikulum dan pembelajaran yang dialami Indonesia. Masalah-masalah ini turut andil dalam dampaknya terhadap pembelajaran dan pendidikan Indonesia. Jika dibandingkan dengan kurikulum di negara maju, kurikulum yang dijalankan di Indonesia terlalu kompleks. Hal ini akan berakibat bagi guru dan siswa. Siswa akan terbebani dengan segudang materi yang harus dikuasainya. Ssiswa harus berusaha keras untuk memahami dan mengejar materi yang sudah ditargetkan. Hal ini akan mengakibatkan siswa tidak akan memahami seluruh materi yang diajarkan. Siswa akan lebih memilih untuk mempelajari materi dan hanya memahami sepintas tentang materi tersebut. Dampaknya, pengetahuan siswa akan sangat terbatas dan siswa kurang mengeluarkan potensinya, daya saing siswa akan berkurang. Selain berdampak pada siswa, guru juga akan mendapat dampaknya. Tugas guru akan semakin menumpuk dan kurang maksimal dalam memberikan pengajaran. Guru akan terbebani dengan pencapaian target materi yang terlalu banyak, sekalipun masih banyak siswa yang mengalami kesulitan, guru harus tetap melanjutkan materi. Hal ini tidak sesuai dengan peran guru.
Bila dianalisis secara mendalam memang kurikulum adalah grand design yang menentukan kearah mana pendidikan suatu bangsa akan dibawa. Namun pelaksanaan kurikulum akan berjalan dengan baik bila diiringi perbaikan di seluruh komponen pendidikan, seperti pendidik, sarana prasana pendidikan, relevansinya dengan perkembangan zaman, serta semangat seluruh komponen masyarakat dalam mensukseskan pendidikan di Indonesia.


Muridnya pusing...
Pembelajaran Menyenangkan "PAKEM"
Banyak masalah mengiringi perjalanan pendidikan di Indonesia, mulai dari rendahnya infrastruktur atau sarana dan prasana pendidikan, rendahnya semangat pendidik untuk melangkah lebih maju, dan muatan di dalam pendidikan yang cenderung teroritis dan dogmatis karena kurang diaplikasikan. Lemahnya peran pendidik dalam menggali potensi anak. Para pendidik seringkali memaksakan kehendaknya sehingga kurang memperhatikan kebutuhan, minat dan bakat yang dimiliki siswanya. Kelemahan para pendidik kita, mereka tidak pernah menggali masalah dan potensi para siswa. Pendidikan seharusnya memperhatikan kebutuhan anak bukan malah memaksakan sesuatu yang membuat anak kurang nyaman dalam menuntut ilmu. Proses pendidikan yang baik adalah dengan memberikan kesempatan pada anak untuk kreatif. Itu harus dilakukan sebab pada dasarnya gaya berfikir anak tidak bisa diarahkan.
Kurikulum di Indonesia sering sekali mengalami perubahan. Namun, perubahan tersebut hanyalah sebatas perubahan nama semata. Tanpa mengubah konsep kurikulum, tentulah tidak akan ada dampak positif dari perubahan kurikulum Indonesia. Ditinjau dari segi pendidik sebagai motor pendidikan, adalah belum di implementasikannya kurikulum yang lama muncullah kurikulum baru dengan segala paragdima yang berbeda dengan kurikulum yang lama.
Munculnya kurikulum 2013 sebagai pengganti KTSP, merupakan hasil tinjauan bahwa KTSP belum dapat atau gagal didalam menjawab kebutuhan pendidikan di Indonesia. Kurikulum 2013 yang seharusnya menjadi angin segar bagi pendidikan di Indonesia setelah satu semester berjalan kemudian dihentikan sementara karena pendidik dan peserta didik dianggap belum siap menjalankan kurikulum tersebut.
Pemberhentian kurikulum 2013 menimbulkan kesimpulan bahwa pemberlakuan kurikulum tersebut terkesan dipaksakan. Berdasarkan studi lapangan yang dilakukan penulis sebagai guru sekolah dasar, tujuan dan konsep kurikulum 2013 sebenarnya bagus, namun pembelajaran yang terus berkesinambungan membuat pendidik kurang mengetahui sejauh mana kemampuan peserta didik dalam materi yang disampaikan serta penilaian yang sangat kompleks sehingga terkesan pendidikan terkesan kehilangan nilainya dan yang timbul hanya sebagai pembelajaran. 
Pendidikan di Indonesia sepertinya kebingungan menetukan arah, sudah waktu pendidikan bangsa ini kembali kepada gagasan pendidikan nasional yakni "mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyrakatan dan kebangsaan". Secara sederhana tujuan pendidikan nasional mengisyaratkan bahwa ada lima komponen dasar yang perlu dikembangkan pada diri anak bangsa yaitu (1) manusia yang beriman dan bertaqwa, (2) berbudi pekerti luhur, (3) terampil, (4) sehat jasmani dan rohani, (5) serta memiliki semangat nasionalisme.
Pada dasarnya berbagai masalah yang dijumpai dalam pendidikan di Indonesia, bukan hanya sekadar masalah kurikulum semata, hal ini dibuktikan dengan silih bergantinya kurikulum belum dapat memaksimalkan tercapainya tujuan pendidikan nasional seutuhnya. Perlu adanya pembenahan di segala komponen pendidikan terutama paragdima berpikir bahwa tujuan pendidikan nasional adalah pedoman arah pendidikan Indonesia dan bukan yang lainnya. Perlunya penguatan semangat bahwa pendidikan adalah tugas bersama seluruh rakyat Indonesia, bukan hanya pemerintah dan bukan hanya sekolah.

MENGATASI RASA TAKUT KETIKA BERBICARA DIDEPAN BANYAK ORANG

Para pakar Public Speaking (PS) lazimnya memberi tips sebagai berikut guna mengatasi rasa takut berbicara di depan umum.

1. Relax Your Body! Lakukan relaksasi agar tubuh rileks, santai, tidak tegang.  Ambil nafas dalam-dalam, tahan sebentar, lalu keluarkan perlahan-lahan. Pada saat yang sama, lemaskan lengan, bahu, dan tangan –biarkan semuanya terkulai. Ulang berkali-kali sebelum tampil.

2. Relax your Voice! Lakukan relaksasi suara, misalnya dengan menyuarakan vokal AEIOU secara naik-turun, ragam nada, mirip nyanyi.

3. Practice! Sering berlatih, di depan cermin atau di depan kawan-kawan terdekat, bahkan di depan kucing peliharaan Anda. Sering ikut terlibat dalam diskusi atau acara talkshow melalui telepon di radio juga sangat bagus untuk berlatih public speaking.

4.  Prepare! Lakukan persiapan –fisik, mental, materi. Fisik harus fit. Mental harus kuat, percaya diri, anggaplah diri Anda yang paling tahu dan orang lain ingin tahu ayang Anda ketahui. Siapkan data dan referensi topik pembicaraan sebanyak mungkin. Makin luas wawasan, Anda akan kian percaya diri. Ada nasihat bagus dari Jack Valenti, penulis naskah pidato Presiden Amerika, Lyndon Johnson: “The most effective antidote to stage fright… is total monkish preparation” (Obat paling mujarab mengatasi “demam panggung”… dalah melakukan persiapan total).

Ringkasnya, atasi rasa gugup atau takut PS dengan melakukan tiga hal: perencanaan, persiapan, dan latihan. Kita persiapkan topik atau yang akan dibicarakan dan bagaimana mengemukakannya. “Being prepared is half the battle to overcoming anxiety.” Persiapan adalah setengah pertempuran untuk mengatasi rasa takut. (www.romeltea.com/Sumber: www.infosec-technologies.com, www.dunfermlinepress.com).*

TIPE-TIPE KEPEMIMPINAN


   Dalam sebuah survey besar pada ratusan perusahaan besar Amerika, diselidiki faktor-faktor apa yang membuat seseorang pimpinan atau manajer menjadi jauh lebih berhasil dari yang lain. Ternyata bukanlah perbedaan kemampuan analisa yang penting, tapi justru hal hal yang berkaitan dengan emosi dan perasaan dan hubungan personal. Secara umum ada enam tipe kepemimpinan :



1) Visionary atau Kepemimpinan dengan Visi, yang mampu membawa orang pada tujuan impian bersama. Tipe ini dibutuhkan pada saat terjadinya ketidak pastian atau dibutuhknnya perubahan.

2) Coaching atau Gaya Pembinaan, yang lebih mengutamakan hubungan inter-personalseorang dengan seorang untuk mencapai tujuan organisasi, lebih pas untuk melestarikan kemapanan.

3) Affiliate atata Kepemimpinan Kerja sama, yang lebih mengutamakan harmoni, sangat bagus untuk masa-masa susah dan memotivasi tim yang sedang dalam krisis.

4) Democratic Kepemimpinan demokrasi, mengedepankan pendapat dan pandangan semua orang, dan konsesus dan keinginan bersama adalah pendapat tertinggi.

5) Pacesetting Kepemimpinan Memacu Kemajuan, sangat dibutuhkan untuk memotivasi team dalam mengejar ketinggalan atau untuk mencapai target yang luar biasa.

6) Commanding atau Kepemimpinan Otoriter, yang lebih umum dipakai untuk mengatasi kemelut internal.

    Dari enam tipe kepemimpinan itu, empat yang pertama lebih mementingkan Emotional Intellegence, dan lebih sering berhasil dari pada dua yang terakhir. Pemakaian dua tipe terakhir haruslah dijalankan dengan sangat berhati-hati karena dalam pelaksanaannya sering membawa hasil buruk. Hanya pada situasi khususlah kedua tipe tersebut boleh digunakan dengan hati-hati. Seorang pemimpin dapat saja memiliki dan memakai bebarapa tipe gaya kepemimpinan yang berbeda untuk keadaan dan saat yang berbeda.

    Kepemimpinan dapat diajarkan dan dilatih, dan bukan didapat sejak lahir. Hal ini sering diperdebatkan, dan secara ilmiah telah dibuktikan pada banyak survey bahwa dengan pelatihan dan dalam iklim yang menunjang, seseorang dapat berkembang dan menjadi pemimpin yang baik.

     Termasuk tipe pemimpin yang seperti apakah anda? Ingatlah bahwa setiap kita pada dasarnya dilahirkan untuk memimpin, minimal untuk diri sendiri. Marilah kita tingkatkan kualitas kepemimpinan kita untuk mencapai hasil yang lebih baik.